Kamis, 21 Mei 2009

MELAYANI PERBEDAAN INDIVIDU

Murid pada tingkat yang sama memiliki kesukaan pada banyak cara. Mereka sama pada banyak hal, tetapi bahkan ada juga yang sangat berbeda. Salah satu keberanian utama seorang guru adalah menghadapi tugas besar dalam melayani perbedaan diantara individu siswa di dalam kelas.
Anak-anak Berbeda
Anak-anak berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Beberapa diantara perbedaan tersebut masih berada pada taraf normal, sehingga tidak memerlukan kebijakan khusus. Disisi lain, perbedaan dalam bentuk lain disebut sebagai ketetapan yang harus dibuatkan situasi khusus dalam pembelajaran.
Kita ketahui bahwa perbedaan individu dibedakan menjadi dua bagian, yaitu secara rohani (psikis) dan jasmani (fisik). Secara umum kita dapat melihat berbagai macam perbedaan individual antara lain:
 Perbedaan intelegensi/Kecerdasan
Kapasitas kecerdasan anak secara tradisional telah terukur menggunakan tes IQ (Intelegence Quetion). IQ anak yang berusia 5 tahun yang secara mental berumur 6 tahun diukur dengan tes diperoleh (6÷5) x 100 = 120, atau dinyatakan dengan 100x hasil bagi dari umur secara mental dengan umur yang sebenarnya. Berdasarkan skala kecerdasan Wechsler untuk anak-anak sekolah dasar mempunyai IQ 115 atau lebih dan dikelompokkan sebagai pebelajar cepat kurang dari 3 % mempunyai IQ 130 atau lebih dan kelompokkan sebagai anak berbakat. Kurang lebih dari 16 % mempunyai IQ 85 atau kurang dan dikelompokkan sebagai pebelajar lambat. Keabsahan tes IQ terletak pada subyek yang diperdebatkan secara berkelanjutan dan beberapa kritik yang menyatakan bahwa tes IQ mendeskriminasi terhadap anak dari latar belakang sosial ekonomi yang lebih rendah. Sehingga disimpulkan bahwa, tes tersebut hanyalah satu bagian dalam mengukur kemampuan seseorang dan tidak terlalu mendominasi.
 Perbedaan Pencapaian
Salah satu cara melihat perbedaan anak secara jelas adalah dengan memeriksa hasil tes pencapaian yang standardisasi dalam matematika. IQ siswa dapat mempengaruhi terhadap pencapaian matematika.
 Perbedaaan Lingkungan Keluarga
Dalam lingkungan rumah dapat mempengaruhi perilaku siswa terhadap matematika. Dimana dalam perbedaan anak dari lingkungan orang tua berpendidikan dengan anak dari lingkungan social ekonomi rendah serta orang tua yang tidak berpendidikan. Berdasarkan hasil penelitian dapat menunjukkan bahwa adanya korelasi yang positif antara perilaku siswa terhadap matematika dengan perilaku orang tua terhadap matematika. Peneliti dapat menemukan bahwa orang tua dapat mempengaruhi terbentuknya konsep dalam diri anak dalam hubungannya dengan matematika.
 Latar Belakang Budaya dan Etnik
Anak-anak juga berbeda dalam budaya dan etnik mereka. Motivasi untuk belajar dari budaya ke budaya lainnya, sesuai denngan ketertarikan mereka dan nilai yang ditetapkan dalam pencapaian pendidikan.
 Faktor Pendidikan
Faktor pendidikan juga mempengaruhi tingkat pendidikan. Siswa yang memiliki banyak pengalaman serta pemahaman terhadap matematika, rata-rata merupakan siswa yang tergolong memiliki kemampuan cepat, sedangkan siswa dengan pengalaman yang minim serta kurang melatih kemampuan dasarnya, pada umumnya memiliki kemampuan yang kurang dalam matematika. Siswa-siswa yang mempunyai pengalaman rendah, jenis program latihan terbatas untuk belajar teknik berhitung dan mengingat faktor-faktor dasar dan biasanya mempunyai kesulitan pada tingkat atas matematika dasar.
Menghadapi Perbedaan Individu Dalam Kelas Campuran
Pendidik akan menemukan kemampuan yang bervariasi pada siswa, ada yang berkemampuan tinggi, sedang bahkan ada yang berkemampuan rendah. Pendidik tidak mungkin bisa menerapkan metode yang sama dalam mengakomodir pengetahuan matematika siswa-siswa tersebut. Dua pendekatan yang mudah dalam menampung perbedaan individu dalam kelas campuran. Salah satu cara yang efektif untuk menyesuaikan perbedaan individu dalam kelas heterogen adalah dengan menvariasikan sejumlah waktu pada level kematangan siswa yang berbeda. Ada dua keuntungan yang diperoleh yaitu:
a) Program ini relatif lebih mudah diurus atau diatur
b) Keefektifan cara yang diatas dalam kerangka pengorganisasian kelas
Cara-cara yang dilakukan untuk menampung perbedaan individu dalam pembelajaran matematika meliputi:
1) Pengaturan waktu yag bervariasi (Vary the time)
Pengaturan waktu yang lebih bervariasi perlu dilakukan karena kemampuan anak yang bervariasi. Ada beberapa anak yang memerlukan waktu lebih banyak ketika berhadapan dengan berbagai materi laboratorium, melakukan latihan dasar (basic fact) dan latihan berhitung (computational exercises), pelajaran yang didominasi oleh tugas (A learning center-task), bekerja dalam suatu proyek pengukuran, serta tugas pemecahan masalah.
2) Menvariasikan ruang/tempat (Vary the space)
Siswa mempunyai cara belajar matematika yang tidak sama, ada yang membaca apa yang di dalam buku, ada pula yang hanya melihat dan mendengarkan apa yang dibuat dan disampaikan guru. Oleh karena itu perlu divariasikan ruang dan waktu untuk hal tersebut, baik dalam bentuk kelompok kecil atau dengan menyiapkan kegiatan asistensi bagi murid yang membutuhkan hal tersebut.
3) Menvariasikan siswa dalam kelompok (Vary the people)
Mengingat bahwa pendidik tidak mungkin akan selalu ada bersama siswanya, ketika mereka mempelajari matematika, maka untuk mengantisipasi hal tersebut, ditawarkan beberapa cara antara lain siswa ditempatkan dalam kelompok kecil dengan karakter kemampuan yang berbeda dan tempatkan anak berkemampuan tinggi sebagai ketua kelompoknya, siswa ditempatkan dalam kelompok kecil dengan karakter kemampuan yang sama dan siswa diharapkan dapat saling membantu dan berdiskusi, gunakan murid yang tingkatannya (kelas) lebih tinggi untuk membantu siswa yang tingkatannya (kelas) lebih rendah (cross-age tutor); memberikan petunjuk untuk mengarahkan siswa dalam menemukan apa yang mereka inginkan; serta melibatkan orangtua sebagai sukarelawan yang membantu di kelas ataupun sebagai tutor di rumah.
4) Menvariasikan kurikulum (Vary the curriculum)
Ada topic yang diajarkan secara keseluruhan, tetapi ada pula beberapa topic yang dipilih oleh siswa sendiri.
5) Menvariasikan materi/alat bantu dalam mempelajari matematika (Vary the instructional Materials)
Alat bantu harus divariasikan dan disesuaikan pada kebutuhan siswa. Cara/alat bantu yang digunakan tersebut antara lain special learning center, praktek penggunaan alat bantu, kalkulator dan computer, penggandaan buku yang disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan siswa.
6) Menvariasikan metode pengajaran (Vary the methods of teaching)
Penugasan Pembelajaran suatu pendekatan berbasis kelompok
Dalam penyesuaian metode atau isi yang lebih baik tidak mementingkan hasil, begitu pula dalam peningkatan prestasi. Pendekatan penguasaan pembelajaran telah diusulkan sebagai cara yang memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk mencapai tingkat penguasaan yang lebih tinggi.


Pembelajaran mandiri
Pembelajaran mandiri merupakan inti pokok dari sembarang program belajar yang baik yang memuat komponen-komponen dasar sebagai berikut:
a) Tujuan pembelajaran
b) Pengukuran
c) Perintah pembelajaran
Pendekatan Tanpa Menilai untuk Melayani Perbedaan Individu
 Karakteristik ciri-ciri Pebelajar Lambat
1. Kecerdasan dibawah rata-rata
2. Penyesuaian yang lambat terhadap sekolah
3. Lemah secara fisik
4. Bermasalah dalam psikologis dan emosional
5. Berada pada garis kemiskinan
6. Memiliki rintangan atau hambatan
 Menyediakan Pembelajaran yang Tepat untuk Pebelajar Lambat
1. Perlakuan yang perlu diarahkan terhadap penyebab-penyebab lemahnya prestasi.
2. Pembelajaran harus difokuskan pada gejala awal kesulitan dalam matematika.
 Penyesuaian yang dianjurkan untuk pebelajar lemah
1. Pilih isi yang melibatkan kemampuan kelangsungan hidup individu seperti bekerja dengan waktu dan uang.
2. Siapkan sebuah materi pada suatu tingkatan tertentu dan langkah-langkah yang diyakini berhasil.
3. Sediakan peluang luas bahan-bahan laboratorium pada tingkatan penyelidikan.
4. Berikan uji diagnosa secara sistematis untuk menempatkan bagian-bagian yang lemah pada tingkat awal pembelajaran.
5. Desak pemahaman dan penguasaan dari setiap langkah sebelum mempresentasikan hal yang baru untuk menghindari kesalahan prosedur.
6. Sampaikan presentasi dari sebuah proses baru atau topik yang memerlukan waktu lebih lama dari rata-rata siswa yang lain.
7. Gunakan waktu yang lebih lama dan praktek latihan yang bervariasi agar tidak monoton, ubah latihan dengan menggunakan permainan dalam situasi sosial.
8. Lakukan praktek yang sesering mungkin daripada praktek latihan yang lama.
9. Tunda pendahuluan dari suatu topik yang baru sampai siswa memperoleh keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan
10. Jika mungkin, tentukan sumber acuan yang sesuai untuk pebelajar lambat.
11. Amati sesering mungkin perilaku pekerjaan anak.
12. Mengharuskan siswa untuk menjelaskan pola pikirnya dalam penyelesaian masalah atau cara penghitungan.
13. Berikan petunjuk agar siswa dapat mengembangkan keterampilan membaca buku acuan atau materi penunjang yang lain.
14. Ubahlah sikap dan pandangan siswa pada sekolah dan matematika.
15. Libatkan dalam orang tua dalam peningkatan pembelajaran.
16. Hindari mengucilkan anak pebelajar lemah dari anak yang lain.
 Ciri-ciri Pebelajar Cepat
1. Kecerdasan diatas rata-rata
2. Mempunyai prestasi yang tinggi dalam penalaran matematika
3. Penyesuaian yang baik dalam sekolah
4. Status sosial ekonomi yang tinggi
5. Bertanggung jawab dengan tugas
6. Kreatif
7. Penyesuaian sosial
 Menyediakan Pembelajaran yang Tepat untuk Pebelajar Cepat
Sebuah program yang dirancang untuk siswa yang berkemampuan rata-rata tidaklah cukup diterapkan untuk siswa pebelajar cepat karena:
1. Pebelajar cepat dapat meningkatkan rata-rata lebih daripada siswa berkemampuan normal.
2. Pebelajar cepat dapat mencapai tingkatan yang lebih tinggi terhadap isi pebelajar daripada pebelajar normal.
3. Pebelajar cepat dapat menggeneralisasikan dan menemukan pemecahan yang berbeda terhadap satu masalah daripada siswa yang berkemampuan rata-rata.

MEMAHAMI BAGAIMANA ANAK BELAJAR MATEMATIKA

Para guru percaya bahwa proses pembelajaran membuat sebuah perbedaan di dalam kelas, sebuah studi yang dalam, dan pemahaman bagaimana matematika dipelajari yang seharusnya menjadi prioritas tinggi untuk setiap guru dasar.
 Bagaima Cara Anak Belajar Matematika
Pada awal abad duapuluh, John Dewey menyatakan bahwa belajar berasal dari pengalaman dan keterlibatan aktif oleh para pelajar. Maksudnya telah banyak ditemukan sejak diketahui bahwa bagaimana anak-anak itu belajar matematika, tetapi pengalaman merupakan hal yang sangat penting dan tidak tergantikan oleh keterlibatan aktif para pelajar. Baru-baru ini Jean Piaget berpendapat bahwa para pelajar dengan aktif membangun pengetahuan mereka masing-masing. Pandangan pembelajaran ini dikenal sebagai konstruktivisme yang menyatakan bahwa tidak hanya menerima informasi baru, tetapi para siswa menginterpretasikan apa yang mereka lihat, dengar, atau lakukan sesuai apa yang mereka telah ketahui. Adapun Kunci dari dua unsur utama teori ini adalah tentang bagaimana anak berpikir dan belajar. Pandangan ini sudah lama berhubungan dengan pembelajaran matematika (behaviorisme) dan pembelajaran bermakna (konstruktivisme).
Nikson mengemukakan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu upaya membantu siswa untuk mengkonstruksi (membangun) konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep atau prinsip itu terbangun kembali.
John Dewey menguatkan teori konstruktivis ini dengan mengatakan bahwa pendidik yang cakap harus melaksanakan pengajaran dan pembelajaran sebagai proses menyusun atau membina pengalaman secara berkesinambungan. Beliau juga menekankan kepentingan keikutsertaan peserta didik di dalam setiap aktivitas pengajaran dan pembelajaran.
Membangun Perilaku (Behavior)
Behaviorisme adalah akar pada stimulus-respon dan belajar yang dikondisikan. Teori ini menyatakan bahwa perilaku dapat dibentuk melalui reward dan hukuman-hukuman. Menurut Slameto Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Selanjutnya pendapat lain yang dikemukakan oleh Z. P. Dienes mengemukakan bahwa belajar matematika yang melibatkan suatu struktur hirarki dan konsep-konsep yang lebih tinggi yang dibentuk atas dasar apa yang telah dibentuk sebelumnya.
Beberapa ciri pembelajaran yang perlu diperhatikan oleh guru adalah sebagai berikut :
1. Mengaktifkan motivasi,
2. Memberitahukan tujuan belajar,
3. Merancang kegiatan dan perangkat pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat terlibat secara aktif, terutama secara mental,
4. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat merangsang berfikir siswa,
5. Memberikan bantuan terbatas kepada siswa tanpa memberikan jawaban final,
6. Menghargai hasil kerja siswa dan memberikan umpan balik,
7. Menyediakan aktivitas dan kondisi yang memungkinkan terjadinya konstruksi pengetahuan.
Membangun Pemahaman
Gagasan dari pembelajaran bermakna yang diutarakan oleh William Brownell selama satu setengah abad dua puluh adalah pelopor dari konstrukvisme. Brownell membayangkan matematika sebagai sebuah gagasan-gagasan yang terajut kuat, prinsip-prinsip, dan proses suatu struktur bahwa harus menjadi batu penjuru untuk pembelajaran matematika.
Matematika dapat dan perlu dipahami. Jika demikian, maksudnya dan dipahami sebagai suatu disiplin dengan order, struktur, dan banyak hubungan-hubungan; dan kemungkinan yang akan disebutkan di dalam bermacam situasi-situasi pemecahan masalah. Pembelajaran bermakna menetapkan dasar untuk keterkaitan mathematical yang telah disampaikan di dalam NCTM Standards (1989) dan Addenda Series (NCTM 1991-93). Pembelajaran bermakna adalah juga satu bagian integral dari konstruktivisme.
Tiga prinsip yang mendasar pada konstruktivisme pada siswa untuk membangun pengetahuan matematika mereka :
1. Menerima pengetahuan yang tidak pasif; pengetahuan adalah dengan aktif diciptakan atau ditemukan (dibangun) oleh para siswa. Piaget (1972) mengusulkan bahwa matematika dibuat (dibangun) oleh anak-anak, tidak menemukan seperti suatu batu karang maupun menerima dari lainnya sebagai suatu hadiah. Teori Pembelajaran Matematika berdasar Teori Belajar Piaget, yaitu mengenai teori perkembangan intelektual. Jean Piaget berpendapat bahwa proses berpikir manusia sebagai suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir intelektual konkret ke abstrak berurutan melalui empat periode. Urutan periode itu tetap bagi setiap orang, namun usia atau kronologis pada setiap orang yang memasuki setiap periode berpikir yang lebih tinggi berbeda-beda tergantung kepada masing-masing individu.
Periode berpikir yang dikemukakan Piaget adalah sebagai berikut:
• Periode sensori motor (0 – 2) tahun
• Periode pra-operasional (2 – 7) tahun
• Periode operasi konkret (7 – 11) tahun
• Periode operasi formal, dari sekitar umur 11 tahun dan seterusnya
2. Para siswa menciptakan (membangun) pengetahuan mathematical baru dengan refleksi tindakan-tindakan mental dan fisik mereka. Mereka mengamati hubungan-hubungan, mengenali pola-pola, membuat generalisasi dan abstrak-abstrak ketika mereka mengintegrasikan pengetahuan baru ke dalam struktur mental mereka yang ada (Dienes 1960). Pembelajaran Matematika berdasar Teori Belajar Dienes adalah ditekankan pembentukan konsep-konsep melalui permainan yang mengarah pada pembentukan konsep yang abstrak. Dengan demikian teori belajar Dienes sangatlah cocok diterapkan dalam pembelajaran matematika.
Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi beberapa tahap yaitu:
• Permainan Bebas (Free Play).
• Permainan yang Menggunakan Aturan (Games).
• Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities).
• Permainan Representasi (Representation) meliputi: Representasi, dan Permainan dengan Simbolisasi (symbolization).
3. Pembelajaran mencerminkan suatu proses sosial di mana anak-anak terlibat dalam tanya jawab dan diskusi diantara mereka disamping yang lain (termasuk para guru) agar mereka berkembang secara intelektual (Bruner 1986). Jerome Bruner dalam teorinya menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur. Bruner yang menyatakan bahwa pembelajaran konstruktivis berdasarkan keterlibatan aktif peserta didik dalam penyelesaian masalah dan pemikiran kritikal dalam aktivitas pembelajaran. Mereka membina pengetahuan melalui pengalaman sendiri dengan menguji idea-idea segala informasi dan mengaplikasikannya kepada situasi baru.

 Pengetahuan Matematika apa yang dipelajari ?
Diyakini bahwa kemampuan (pengetahuan prosedural) dan konsep-konsep (pengetahuan konseptual ) keduanya penting untuk keahlian dalam matematika. Sebagai guru, kita membutuhkan pemahaman apa yang merupakan prosedural dan pengetahuan konseptual dan pentingnya membantu para siswa dalam mengkoneksikan dan menetapkan hubungan bermakna diantara mereka.
Pengetahuan prosedural didasarkan pada suatu urutan dari tindakan-tindakan, seringkali menyertakan aturan-aturan dan algoritma; pengetahuan konseptual , sebaliknya, didasarkan pada jaringan yang terkoneksi termasuk hubungan yang luas dan informasi yang diskrit (Hiebert dan Lefevre 1986).
 Implikasi dari apa yang kita tahu tentang pengetahuan matematika
Prinsip-prinsip yang praktis untuk mengajar matematika didasarkan pada penggabungan dari riset, pengalaman pengajaran, dan berpikir tentang bagaimana anak-anak belajar matematika.
 Prinsip 1: Melibatkan siswa dengan aktif
Prinsip ini didasarkan pada keyakinan; penghukuman bahwa keterlibatan yang aktif akan mendorong para siswa untuk mengerti apakah mereka melakukan dan dengan demikian mengembangkan pemahaman matematikanya lebih besar.
 Prinsip 2: Pengetahuan behubungan dengan perkembangan
Pelajaran efisien dan efektif matematika tidak hanya terjadi. Anak-anak belajar terbaik ketika topik-topik matematika adalah sesuai dengan tingkatan pengembangan mereka dan diperkenalkan dalam cara satu kenyamanan dan menarik bahwa menantang pengembangan intelektual mereka.
 Prinsip 3: Berdasar pada belajar sebelumnya
Matematika yang harus tertata sehingga itu adalah yang sesuai dan dapat dimengerti kepada para siswa.
 Prinsip 4: Komunikasi merupakan pelengkap
Pentingnya komunikasi di dalam pelajaran matematika dipertunjukkan oleh fakta bahwa komunikasi adalah satu hanya empat patokan NCTM yang bersifat trighlighted di dalam semua level kelas.
 Prinsip 5: Pertanyaan bermutu memudahkan pembelajaran
Pertanyaan-pertanyaan baik mengambil bermacam bentuk yang berbeda, tetapi secara umum ditandai oleh potensi mereka untuk mendorong pemikiran kritis, menetapkan hubungan-hubungan, dan mempromosikan koneksi yang bermakna.
 Prinsip 6: Memanipulasi bantuan pembelajaran
Bahan-bahan dan model-model manipulatif diasumsikan suatu peran yang kritis dalam membantu para siswa belajar matematika sekolah dasar (Suydam 1986).
 Prinsip 7: Metakognisi mempengaruhi belajar
Suatu dasar riset yang berkembang menyatakan bahwa apa yang para siswa ketahui atau percaya tentang diri mereka ketika pelajar-pelajar matematika tidak hanya sangat mempengaruhi penampilan mereka, tetapi juga mempengaruhi perilaku mereka ketika mereka mengerjakan matematika (Campione et al. 1988).
 Prinsip 8: Sikap guru sangat penting
Para guru yang menyenangi pengajarannya dan berbagi ketertarikannya dan antusiasnya untuk pokok materi cenderung untuk menghasilkan para siswa yang suka matematika (Renga dan Dalla 1993).
 Prinsip 9: Pengalaman mempengaruhi ketertarikan
Tingkat emosi negatif bisa dicerminkan oleh kegelisahan; rasa tidak aman, seperti juga takut gagal, hukuman, ejekan, atau menggambarkan dengan sesuatu yang sinis. Dalam beberapa para siswa, ketertarikan matematika bisa dicerminkan sebagai suatu sikap negatif terhadap matematika atau sebagai suatu reaksi hal negatif yang secara emosional kepada matematika.
 Prinsip 10: Keserasian jenis kelamin bersifat sama
Para guru juga lebih menunjukan kegagalan anak-anak lelaki kepada kurangnya motivasi meraka dibanding kegagalan anak-anak perempuan. Anak-anak perempuan boleh mengambil kritik seperti dan berpikir ini adalah suatu indikator yang benar dari bakat mereka di dalam matematika.
 Prinsip 11 :Ingatan dapat ditingkatkan
Salah satu aspek penting dalam belajar adalah ingatan. Ingatan berkaitan dengan jumlah banyaknya pengetahuan yang dimilki. Sikap pelupa adalah penyakit dari berbagai disiplin ilmu.
TEORI BELAJAR MATEMATIKA
Teori belajar yang berkembang dalam dunia matematika didasarkan pada temuan para ahli tentang pentingnya memahami tingkat berpikir kritis siswa. Pada dasarnya suatu materi pelajaran matematika itu dapat dimengerti dengan baik apabila siswa yang belajar sudah siap menerimanya. Psikologi belajar dan teori belajar pada umumnya berkaitan dengan bagaimana anak belajar. Sejak psikologi dijadikan sebagai salah satu cabang ilmu, beberapa tokoh mengembangkan teori belajar masing-masing, baik yang menyangkut aspek tingkah laku maupun aspek kognitif. Oleh karenanya kita perlu mengetahui tahapan-tahapan berpikir siswa berdasarkan teori-teori belajar meliputi:
1. Teori S-R dari Thorndike
Teori belajar ini disebut juga koneksionisme yang mengatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Terdapat beberapa dalil atau hukum belajar meliputi:
a) Hukum Kesiapan (Law of Readiness) menerangkan bagaimana kesiapan seorang anak dalam melakukan suatu kegiatan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seorang anak akan lebih berhasil belajarnya, jika ia telah siap untuk melakukan kegiatan belajar.
b) Hukum Latihan (Law of exercise) menyatakan bahwa jika hubungan stimulus respon sering terjadi, akibatnya hubungan akan semakin kuat, sedangkan makin jarang hubungan stimulus-respon dipergunakan, maka makin lemah hubungan yang terjadi. Prinsip utama belajar adalah pengulangan, makin sering suatu konsep matematika diulangi, maka semakin dikuasailah konsep matematika tersebut.
c) Hukum Akibat (Law of Effect) menjelaskan bahwa hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.
Aplikasinya dalam pembelajaran matematika meliputi:
a) Guru harus tahu apa yang akan diajarkan, materi apa yang harus diberikan, respon apa yang diharapkan, kapan harus memberi hadiah atau membetulkan respon. Oleh karena itu tujuan pendidikan harus dirumuskan dengan jelas.
b) Tujuan pendidikan masih dalam batas kemampuan belajar peserta didik. Dan terbagi dalam unit-unit sedemikian rupa sehingga guru dapat menerapkan bermacam-macam situasi.
c) Agar peserta didik dapat mengikuti pelajaran, proses belajar harus bertahap dari yang sederhana sampai yang kompleks.
d) Dalam belajar motivasi tidak begitu penting karena yang terpenting adalah adanya respon yang benar terhadap stimulus.
e) Peserta didik yang telah belajar dengan baik harus diberi hadiah dan bila belum baik harus segera diperbaiki.
f) Situasi belajar harus dibuat menyenangkan dan mirip dengan kehidupan dalam masyarakat.
g) Materi pelajaran harus bermanfaat bagi peserta didik untuk kehidupan anak kelak setelah keluar dari sekolah.
h) Pelajaran yang sulit, yang melebihi kemampuan anak tidak akan meningkatkan kemampuan penalarannya.
Kelebihan dari Teori S-R dari Thorndike yaitu dengan sering melakukan pengulangan dalam memecahkan suatu permasalahan, anak didik akan memiliki sebuah pengalaman yang berharga. Selain itu dengan adanya sistem pemberian hadiah, akan membuat anak didik menjadi lebih memiliki kemauan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
Kekurangan dari Teori S-R dari Thorndike yaitu kegiatan yang terlalu sering dilakukan, akan membuat anak didik merasa jenuh yang mungkin saja dapat mengakibatkan dia merasa enggan untuk mencobanya lagi. Selain itu dengan adanya sistem pemberian hadiah akan membuat ketergantungan pada anak didik dalam melakukan sebuah kegiatan.
2. Teori Skinner
Teori pembelajaran Skinner termasuk behaviorisme, dimana perilaku individu pembelajar sangat diperhatikan. Belajar menurut Skinner adalah perubahan perilaku yang dapat diamati dan sifatnya tetap. Unsur terpenting dalam belajar terletak pada penguatan stimulus dan adanya ganjaran terhadap perilaku individu yang diberikan stimulus. Maksudnya, pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Ganjaran merupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan perilaku yang bersifat subjektif. Sedangkan penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan peningkatan kemungkinan suatu respon serta bersifat dapat diamati dan diukur.
Dalam pandangan Skinner, komponen-komponen penting dalam pembelajaran matematika meliputi:
a) Tujuan yang dinyatakan sebagai bentuk dari tingkah laku pembelajar.
b) Tugas dibagi dalam ketrampilan-ketrampilan yang menjadi prasyarat bagi keterampilan yang lain.
c) Penentuan hubungan antara ketrampilam prasyarat dan urutan logis dari materi yang akan dipelajari.
d) Perencanaan materi dan prosedur mengajar untuk setiap tugas bagian.
e) Pemberian balikan kepada peserta didik setelah peserta didik selesai melaksanakan tugas-tugas bagian yang mendukung pencapain tujuan-tujuan tadi.
3. Teori Belajar Gagne
Teori ini pada dasarnya mengklasifikasikan adanya lima kategori dalam belajar, diantaranya: 1) informasi verbal, 2) keterampilan intelektual, 3) keterampilan motorik, 4) sikap, dan 5) strategi kognitif. Aplikasi Teori Belajar Gagne dalam Pembelajaran Matematika meliputi:
 Obyek langsung yang meliputi fakta, operasi, konsep dan prinsip.
 Obyek tak langsung yang meliputi kemampuan menyelidiki, memecahkan masalah, disiplin diri, bersikap positif dan tahu bagaimana semestinya belajar.
Gagne membedakan delapan tipe belajar yang menurut kesukarannya dari yang sederhana sampai kompleks sebagai berikut :
a) Belajar isyarat (signal learning); belajar sesuatu tanpa disengaja, tapi hanya sebagai akibat dari adanya rangsangan disekitarnya. Misalnya sikap senang dalam belajar matematika karena guru yang mengajar sangat menyenangkan.
b) Belajar stimulus respon (stimulus respon learning); belajar sebagai suatu proses yang sengaja diciptakan tetapi masih bersifat jasmaniah. Misalnya melukis beberapa bentuk segitiga setelah guru menjelaskannya.
c) Rangkaian gerak (motor chaining); belajar sebagai kegiatan jasmaniah terurut dari dua atau lebih rangsangan. Misalnya ketika siswa ingin melukis suatu garis.
d) Rangkaian verbal (verbal chaining); belajar sebagai kegiatan mental terurut berdasarkan dua atau lebih rangsangan. Misalnya ketika siswa belajar tentang perkalian bilangan rasional.
e) Belajar membedakan (different learning); belajar memisahkan rangkaian-rangkaian yang bervariasi. Misalnya siswa dalam membedakan lambang yang digunakan dalam matematika.
f) Belajar konsep (konsep learning); belajar pengelompkan dimana sisiwa belajar mengenal sifat-sifat yang sama dari suatu benda atau peristiwa. Misalnya dalam memahami konsep lingkaran.
g) Belajar aturan (rule learning); belajar tentang aturan-aturan atau hukum yang berlaku dalam matematika. Misalnya hukum yang berlaku pada operasi bilangan bulat.
h) Pemecahan masalah (problem solving); belajar melalui masalah baru yang baru dikenalnya saat itu dan belum mempunyai prosedur penyelesaiannya, tetapi telah memiliki prasyarat. Misalnya pemecahan masalah dalam soal olimpiade matematika.
4. Teori Perkembangan Intelektuat Piaget
Menurut Piaget, proses berpikir manusia sebagai suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir intelektual konkrit ke abstrak yang berurutan melalui empat tahap, yang meliputi:
a) Tahap Sensori Motor (0-2 tahun)
b) Tahap Pra Operasi (2-7 tahun)
c) Tahap Operasi Konkrit (7-11/12 tahun), dan
d) Tahap Operasi Formal (11 atau 12 tahun ke atas)
Implikasi dalam pembelajaran matematika meliputi:
 Siswa SD masih berada pada taraf berpikir konkrit perlu diajarkan dengan menggunakan alat peraga yang relevan untuk mengkonkritkan konsep-konsep yang abstrak.
 Pembelajaran dengan bahasa verbal pada tingkat operasi formal perlu juga memperhatikan kesulitan siswa yang diakibatkan karena perkembangan struktur kognitif, misalnya siswa SLTP yang berada pada tahap berpikir formal tetapi masih sulit untuk memahami konsep-konsep yang abstrak maka perlu dibantu dengan alat peraga, kondisi pembelajaran ini tergolong dalam pembelajaran dengan anak berkesulitan belajar (learning with disabilities).
5. Teori Belajar Bruner
Menurut Bruner bahwa dalam proses belajarnya anak melewati 3 tahap, yaitu:
a) Tahap Enaktif yaitu tahap pembelajaran suatu pengetahuan dimana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan situasi yang ada.
b) Tahap Ikonik yaitu tahap pembelajaran suatu pengetahuan dimana pengetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar atau diagram, yang menggambarkan situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif.
c) Tahap Simbolik yaitu tahap pembelajaran suatu pengetahuan dimana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstract symbols) yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan), baik symbol-symbol verbal (misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain.
Penerapan Teori Belajar Bruner dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan:
 Sajikan contoh dan bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan. Misal : untuk contoh mau mengajarkan bentuk bangun datar segiempat, sedangkan bukan contoh adalah berikan bangun datar segitiga, segi lima atau lingkaran.
 Bantu si belajar untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep. Misalnya berikan pertanyaan kepada sibelajar seperti berikut ini ” apakah nama bentuk ubin yang sering digunakan untuk menutupi lantai rumah? Berapa cm ukuran ubin-ubin yang dapat digunakan?
 Berikan satu pertanyaan dan biarkan siswa untuk mencari jawabannya sendiri. Misalnya Jelaskan ciri-ciri/ sifat-sifat dari bangun Ubin tersebut?
 Ajak dan beri semangat si belajar untuk memberikan pendapat berdasarkan intuisinya. Jangan dikomentari dahulu atas jawaban siswa, kemudian gunakan pertanyaan yang dapat memandu si belajar untuk berpikir dan mencari jawaban yang sebenarnya.
6. Teori Belajar Dienes
Pada teori belajar Dienes, ditekankan pembentukan konsep-konsep melalui permainan yang mengarah pada pembentukkan konsep yang abstrak. Dengan demikian teori belajar Dienes sangatlah cocok diterapkan dalam pembelajaran matematika. Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa jika benda-benda atau objek-objek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.
Menurut Dienes, konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu.
Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi 6 tahap, yang meliputi:
a) Permainan Bebas (Free Play)
Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari.
b) Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu.
c) Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula.
d) Permainan Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari. Contoh kegiatan anak untuk menemukan banyaknya diagonal poligon (misal segi dua puluh tiga) dengan pendekatan induktif .
e) Permainan dengan Simbolisasi (symbolization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari banyaknya diagonal dengan pendekatan induktif tersebut, kegiatan berikutnya menentukan rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari pola yang didapat anak.
f) Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut.
Langkah-langkah ini merupakan suatu cara untuk memberi kesempatan kepada anak didik ikut berpartisipasi dalam proses penemuan dan formalisasi melalui percobaan matematika. Anak didik pada masa ini bermain dengan simbol dan aturan dengan bentuk-bentuk konkret dan mereka memanipulasi untuk mengatur serta mengelompokkan aturan-aturan.
7. Teori Belajar Brownell
Salah satu ahli yang memberikan sumbangan pikiran dalam teori belajar adalah William Artur Brownell, yang mendedikasikan hidupnya dalam dunia pendidikan. Brownell (1935) “…he characterized his point of view as the “meaning theory.” In developing it, he laid the foundation for the emergence of the “new mathematics.” He showed that understanding, not sheer repetition, is the basis for children's mathematical learning…” pada penelitiannya mengenai pembelajaran anak khususnya pada aritmetika mengemukakan belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan belajar pengertian atau yang dikenal dengan Meaning Theory (teori bermakna) dan dalam perkembangannya ia meletakkan pondasi munculnya matematika baru. Meaning Theory yang diperkenalkan oleh Brownel merupakan alternatif dari Drill Theory (teori latihan hafal/ulangan). Menurut Brownell dalam belajar orang membutuhkan makna, bukan hanya sekedar respon otomatis yang banyak. Maka dengan demikian teori drill dalam pembelajaran matematika yang dikembangkan atas dasar teori asosiasi atau teori stimulus respon, menurutnya terkesan bahwa proses pembelajaran matematika khususnya aritmetika dipahami semata-mata hanya sebagai kemahiran.
Dalam teorinya Brownell mengakui akan pentingnya drill, tetapi harus dikukan apabila konsep, prinsip, atau proses yang dipelajari telah lebih dahulu dipahami oleh siswa. Hal ini ini dikarenakan bahwa penguasaan seseorang terhadap matematika tidak cukup hanya dilihat dari kemampuan mekanik anak dalam berhitung saja, tetapi juga dalam aspek praktis dan kemampuan berpikir kuantitatif. Selain itu juga Brownell memberikan saran dalam pengajaran matematika, siswa sebaiknya memahami pentingnya bilangan baik dalam segi kehidupan sosial manusia maupun segi intelektual dalam sistem kualitatif.
Jadi pembelajaran aritmetika yang dikembangkan oleh Brownel, menekankan bahwa keterampilan hitung tidak hanya sekedar mengetahui cara menyelesaikan prosedur-prosedur tetapi juga harus mengetahui bagaimana prosedur-prosedur tersebut bekerja atau dengan kata lain harus mengetahui makna dari apa yang dipelajari.
Dengan demikian, dalam teori bermakna yang dikembangkan oleh Brownell bahwa pengajaran operasi hitung akan mudah dipahami oleh siswa apabila makna bilangan dan operasinya diikutsertakan dalam proses operasi. Kita percaya bukan keputusan mengajarkan matematika dengan bermakna saja yang dapat menyebabkan perubahan dalam reformasi pendidikan, tetapi bagaimana cara kita menginterpretasikan istilah pembelajaran matematika yang bermakna yang telah dan akan melanjutkan usaha perbaikan dalam matematika. Tentu saja pengajar (guru) matematika harus berusaha mengajar dengan efektif dan bermakna. Karena pada hakikatnya mengajarkan matematika dengan lebih bermakna akan mengantarkan siswa pada sikap menghargai matematika sebagai ilmu yang memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari.

SUMBER
Bell-Gredler, Margaret E. 1986. Learning and Instruction. Macmillan Publishing Company, 866 Third Avenue, New York 10022.
Crain, William. (2007). Teori Perkembangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hergenhahn B.R & Olson M.H,. (2008) Theories of Learning (Edisi ketujuh). Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Hill, F. Winfred. (2009). Theories of Learning. Bandung: Nusamedia.
Hudojo H,. (1988). Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Depdikbud
Knowles, Malcolm. 1986. The Adult Learner; a neglected species. Gulf Publishing Company.
Subarinah, Sri. 2006. Inovasi Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikti direktoral ketenagaan.
Sudjana, Nana. 1991. Teori-teori Belajar untuk Pengajaran. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas indonesia.
Suherman, Erman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. MIPA UPI. Bandung.
Skemp, R.R. (1971). The Psychology of learning mathematics. Suffulk: Ricard Clay Ltd.
Uno H.B,. (2008). Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara
tip.psychology.org/skinner.html
www.scribd.com/doc/10037955/Skinner
William Arthur Brownell, Education: Berkeley , University of California: In Memoriam, September 1978

Kamis, 22 Januari 2009

Refleksi Artikel "Elegi Guru Menggapai Batas"

Saya sangat tertarik sekali dengan artikel elegi seorang guru menggapai batas. Awalnya saya merasa terkejut tentang semua ini. Saya sadar memang tanggung jawab seorang guru sangat besar, sehingga kita dapat melihat keterbatasan ilmu dan rasa tanggung jawab dalam menjalani hidup. Dari sini kita bisa instrokspeksi diri sebagai pendidik. Ketika kita berbicara tentang elegi seorang guru menggapai batas maka tidak terlepas dari diri kita, Sudah sampai pada batas mana kita berhasil mendidik peserta didik? Apa yang menjadi pandangan/tolak ukur kita kedepan dalam menghadapi bangsa yang akan semakin maju sampai ke tingkat internasional? Untuk mampu bersaing pada tingkat internasional apakah sudah cukup bekal yang kita miliki. Apakah mampu kita menghadapi semua itu tanpa berusaha merubah diri kita. Apakah hati kita tidak akan menilai diri kita ketika kita telah membaca blog ini. Jawaban dari semua itu hanyalah hati kita yang dapat menjawab dan seharusnya mulai sekarang kita instrokspeksi diri kita. Saya sangat berterima kasih kepada Bapak Dr.Marsigit, ini merupakan langkah awal saya dalam bercermin tentang apa yang telah saya miliki dan bagaimana saya mengeksploitasi semua itu dengan tidak memandang sebelah mata. Dalam upaya peningkatan mutu peserta didik, mulai sekarang saya harus mempelajari batas-batas pengetahuan yang saya miliki dan bagaimana saya meningkatkan batas-batas yang saya miliki tersebut. Setiap sesuatu yang saya kerjakan dan pekerjaan itu membuat saya ragu maka apakah itu tandanya sesuatu yang saya lakukan tidak dengan ketentuan hati dan apakah itu yang dinamakan bukan suatu keikhlasan bagi saya? Saya juga sangat merasa bahwa ilmu itu bukan didapat dari pengalaman saja, tetapi ilmu itu berada dimana-mana. Ketika kita memiliki wawasan yang luas apakah mungkin kita merasa bahwa kita sudah memiliki segala-galanya? Apakah dengan memiliki wawasan luas seseorang dapat berlaku bijak dalam segala sesuatu, saya sadar sesungguhnya didunia ini tidak ada yang sempurna. Sesungguhnya kesempurnaan itu hanyalah milik Allah SWT. Mulai sekarang kita bercermin tentang apa yang kita miliki dan apa yang kita kerjakan sesungguhnya semua itu dari keikhlasan hati. Kita berusaha untuk terus maju dan bisa berlaku bijak dengan segala yang kita perbuat. Dengan keterbatasan ilmu dan pemahaman yang saya miliki, tulisan ini saya cukupkan dan mohon maaf atas segalanya. Sekian dan terima kasih

Selasa, 23 Desember 2008

Selasa, 09 Desember 2008

ringkasan filsafat ilmu

RINGKASAN KULIAH FILSAFAT ILMU PADA, RABU 03 DESEMBER 2008
OLEH: NURRAHMAH/08709251012
Penerapan dalam rumah tangga dapat dilihat dari sosialisasi kepala keluarga dalam membina rumah tangganya. Ketika kita berbicara tentang keluarga maka kita dihadapkan dengan apa yang dinamakan dengan hak dan kewajiban dari anggota keluarga. Wadah dalam suatu keluarga dapat dikatakan sebagaimana komunikasi yang terjalin dalam suatu lingkup keluarga tersebut, sedangkan isi dalam suatu keluarga dapat dikatakan sebagai suami, istri, anak-anaknya serta semua anggota dalam keluarga tersebut. Ketika kepala keluarga bisa menempatkan anggota keluarga diluar dirinya maka dia sudah dapat dikategorikan dalam realisme. Penerapan konsep-konsep hidup dalam keluarga semestinya disesuaikan dengan pemahaman sebagai kepala keluarga dalam memahami dan menghargai anggota keluarganya, dimana ketika kepala keluarga dihadapkan pada permasalahan, sehingga disini dapat bijaksana dalam mengambil keputusan. Kepala keluarga harus dapat mengetahui batas-batas pengetahuan yang dimilikinya, sehingga dalam menentukan suatu keputusan dalam suatu permasalahan dapat menghargai istrinya. Sebagaimana dalam filsafat bahwa: “ orang yang berilmu adalah orang yang mengetahui batas-batas pengetahuannya sendiri”. Dalam membina suatu keluarga kita dapat menerapkan konsep satu kata, satu hati dan satu perbuatan, dimana akan terjadi hubungan yang selaras serta dapat menghargai satu sama lain yang diikuti dengan hati dan diterapkan dengan tingkah laku. Sebagaimana menurut Immanuel Kant bahwa yang dinamakan etik adalah tanggung jawab, kewajiban dan komitmen. Sedangkan estetika adalah bagaimana nilai seninya.Dalam membangun sebuah rumah tangga, kepala keluarga harus bisa menempatkan tanggung jawab dan komitmen dalam aturan yang dibuatnya. Apakah bisa diterima oleh aggota keluarga atau bagaimana? Jangan kita merasa bahwa aturan yang dibuat dapat diterima dengan begitu saja tanpa melihat apakah anggota keluarga merasa nyaman dengan aturan yang dibuat ataukah sebaliknya. Dalam perspektif Islam cara-cara mendekatkan diri kepada Allah yaitu dengan cara guru berguru, apakah dengan kita Sholat cukup dapat mendekatkan diri dengan Allah? Apakah Allah cukup dekat ketika kita menyebut namanya ketika dengan Sholat saja?atau bagaimanakah cara mendekatkan diri agar Allah selalu dekat dengan kita, baik ketika kita duduk, tidur, berdiri, dan semua apa yang kita lakukan. Dalam lingkup filsafat cukup dijelaskan bahwa dalam ajaran Islam menjelaskan sesungguhnya yang Sholat adalah hati kita.




The Review Of Knowledge Phylosophy At, Wednesday 03 Rd December 2008
By: NURRAHMAH/08709251012
The implementation in house holder can be seen from head family socializasion in managing his house hold. When we talk about family, so we faced with duty and rights from the member of family unit in a family. An unit a family can be said communicative each other in that family. Where as the contact of family can be said kind of wife, husband, kids along with all members in that family. When head of family can put the family member out side of him. So, he has already categoried in realism. The implementation of a live concepts in family should be suit with the understanding. As head family in concerning in appreciating the member of his family when the family faced the problem. So here can be wise in taking decision. The head family has to know the limited knowledge they have. He can appreciate his wife in making decision. As in philophy that science people know his own limited knowledge. In managing a family, we can implementate one word concept, be one heart and be one action where it will happen a romantic and appreciate each other followed sincereness and implemented by attitude. As Immanuel Kant said that namely etic is responsibility, duty, and commitment where as esthetic is kind of its art. In bulding a family, a head family have to able to put a responsibility and commitment in rule he made. Can it be received by member of family? Don’t we feel comfortable with the rule or the contrary? In Islamic perpective the way to close with Allah by teacher learned. Do we pray can close to Allah? Does Allah close with use when we say his name by praying? Or how we close in order to Allah always close with us, even when with shit down, sleeping, standing and all things we do. In philosophy is clear enough that Islamic explains as a real pray is in our heart.